Ayu Wukir Permata, Alumni D-II Akpar
Majapahit Surabaya
Rintis Usaha Pempek Palembang dari Rombong
PKL hingga Jadi Distributor Pempek Beku
UNTUK menggapai sukses tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak
jalan berliku yang harus dilalui. Hal ini disampaikan Ayu Wukir Permata, alumni
D-II Akpar Majapahit Surabaya ketika mengisahkan perjalanan usaha dari awal
membuka bisnis franchise Pempek Palembang dengan bendera Bang Didit 2012 silam.
Rintisan
usaha franchise itu dilakoni Ayu, sapaan karibnya, sambil kuliah jurusan pastry
dan culinary (program D-II) di kampus Akpar Majapahit Jl Jemursari No. 244
Surabaya. Dirinya selain di-support oleh orang tua juga berelaborasi dengan
Didit Setyo Nugroho, mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya, yang mendalami kuliah
entrepreneur.
Pucuk
dicinta, ulam pun tiba. Kedua sejoli itu bertemu dr Meilika di suatu pameran
kuliner di Surabaya. Setelah bertemu sekali, pertemuan berlanjut di salah satu
home stay tempat dokter menginap dan malam itu juga disepakati untuk menyanggupi
modal awal Rp 4 jutaan. Tentunya, setelah mereka mempelajari proposal tentang
peluang bisnis franchise Pempek Palembang dengan nama Bang Didit, yang
disodorkan duet maut Ayu dan Didit. Kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk
kontrak kerjasama (MoU) saling menguntungkan.
Modal
awal Rp 4 jutaan itu dialokasikan untuk pembuatan rombong, pengadaan bahan
baku, buat logo dan cari lokasi untuk jualan. Kali pertama franchise Pempek
Bang Didit itu buka di Pamekasan, Desember 2012. ”Respons pasarnya di Madura saat
itu memang luar biasa dan betul-betul di luar ekspektasi kami,” ujar pengusaha
muda ini.
Ayu
kemudian ekspansi ke Surabaya dengan membuka empat outlet baru sekaligus di
daerah Kutisari, Kebraon, Rungkut dan di dekat kampus UK Petra Surabaya. Gadis
berjilbab ini kian bersemangat menggerakkan bisnis franchise yang baru
dirintisnya tersebut bersama Didit.
Ayu
memutuskan buka outlet lagi di Ruko Ngagel Rejo Kidul. Outlet kelima ini
menjadi cikal bakal dia meningkatkan skala bisnisnya dari pedagang kaki lima
(PKL) menjadi distributor pempek sekaligus memasarkan pempeknya ke luar kota
(dalam bentuk kemasan beku), terutama Bandung, Depok dan Jakarta, yang pasarnya
cukup menggiurkan.
Dalam
perjalanan hingga Oktober 2014, tiba-tiba prahara datang. Pasalnya pihak
manajemen ada miss communication
dengan karyawan, maka mau tak mau, suka tidak suka, seluruh outlet Bang Didit
tersebut terpaksa ditutup. Kemudian Ayu dan Didit memutuskan membuka kantor
sendiri dengan mengontrak rumah dua lantai di Jl Barata Jaya XVIII-45, untuk
kantor, dapur dan display rombong.
Ia
melanjutkan bisnis pempek Palembang dengan menjadi distributor pempek beku yang
dikirim ke Bandung, Depok dan Jakarta sebelum Lebaran lalu tepatnya Juli 2014. Untuk ini, ia dibantu tiga orang asisten
membuat pempek termasuk bumbunya sendiri. Pempek produksinya itu selain untuk
memenuhi kebutuhan sendiri (terutama dijual secara partai atau grosiran ke
agen-agen di luar kota) juga melayani permintaan franchise lain di Surabaya dan
sekitarnya.
Tak
salah jika dapur usahanya pada awalnya hanya memproduksi 40 pak perhari,
sekarang bisa memproduksi 100-an pak pempek perhari atau 3.000 pack perbulan.
Satu pak pempek beratnya mulai 500 gram, 650 gram hingga 1.000 gram.
Sedangkan
soul mate-nya, yakni Bang Didit, saat
ini fokus menawarkan aneka rombong hasil kreasinya yang dibandrol Rp 3,5 jutaan
perunit. Untuk membuat rombong tersebut, Didit dibantu lima orang pekerja mulai
tukang kayu, tukang cat dan tenaga serabutan. Sementara itu, untuk memperluas
pasar rombong hasil kreasinya, Didit menjajaki kerjasama dengan pengelola
Unair, Unesa, Akpar Majapahit, dan beberapa perguruan tinggi lainnya.
”Dari
menekuni bisnis pempek tersebut, kami sekarang ini mampu meraih omzet Rp 40
jutaan perbulannya. Besaran omzet penjualan itu belum termasuk hasil dari penjualan
rombong,” tutup Ayu Wukir, yang diamini Didit Setyo Nugroho. (ahn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar