Oleh-oleh Juwono Saroso dari
Negeri Tirai Bambu atas Undangan Pemerintah China
Kunjungi Peternakan, Komunitas
Muslim dan Berburu Kuliner Khas Qinghai
Presdir Tristar Group Ir Juwono Saroso bersama family
–Pramono (papa), Koo Sing Han (om) dan kolega bisnisnya dari Palembang Hendrik,
Ny. Hendrik dan Brigitta Aisa (anak perempuan Hendrik), memenuhi undangan
Pemerintah China untuk melihat dari dekat peternakan dan rumah potong hewan
terbesar di Qinghai, provinsi Xining (China Tengah), pada 27-30 Juni 2013 lalu. Berikut kisah perjalanannya dari Negeri
Tirai Bambu.
UNDANGAN istimewa itu dinilai Juwono Saroso sebagai
kehormatan karena informasi dari kolega bisnisnya Hendrik, delegasi kecil
pebisnis dari Indonesia ini selain akan dipertemukan dengan sejumlah pelaku
usaha dari Provinsi Xining, juga diajak melihat langsung denyut kehidupan masyarakat
di Provinsi Xining, terutama aktivitas peternak dan RPH di Qinghai, kota di
dataran tinggi (ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut) yang berhawa
dingin.
Sesuai run down yang disusun Brigitta Aisa (seperti
yang biasa di-handle oleh pebisnis tour & travel), rombongan bertolak dari
Surabaya ke Beijing pada Kamis, 27 Juni 2013 pagi. Transit di Kualalumpur dulu
memakan waktu berjam-jam –untuk tidak bilang lama, baru pesawat melanjutkan
perjalanan ke Beijing dan pesawat mendarat di Bandara Beijing sekitar pukul
01.00 waktu setempat (dini hari).
Rombongan langsung melanjutkan penerbangan selama tiga
jam dari Beijing ke Xining. Sesampai di Xining, Juwono dan rombongan check
in hotel. Istirahat sebentar, siang
hingga sore (Jumat, 28 Juni 2013) mengikuti program city tourn yang telah
disiapkan Brigitta Aisa sebagai tour leader-nya. Brigitta adalah putri Hendrik
yang baru saja menyelesaikan kuliah (diwisuda) di China.
Dalam city tour di Qinghai (ibukota Xining) tersebut,
antara lain mengunjungi masjid terbesar di Qinghai, sekolah Islam (madrasah),
pasar tradisional hingga resto yang menyajikan aneka makanan dan minuman
berlabel halal yang menjadi ciri khas komunitas muslim di Qinghai. Boleh
dikatakan Qinghai merupakan kota bernuansa Islam di China.
Ciri khas masjid di Qining mirip bangunan masjid Cheng
Ho di Surabaya, Selain kubah masjid juga ada tower seperti pagoda. Komunitas
muslim di Qinghai bisa dikenali dari pakaian. Untuk pria ada ciri khas berupa
kopiah bulat dan motif renda, sedangkan wanitanya memakai kerudung dengan baju
panjang (hijab). Pada padan pakaian muslim di Qinghai merupakan perpaduan
budaya China, Asia Tengah dan dunia Arab.
Perpaduan budaya ini juga tercermin dari interior
kamar hotel yang diinapi Juwono dan rombongan. Ini yang mencerminkan kekhasan
muslim di Qinghai. Begitu juga keberadaan pasar tradisional yang unik bisa
dinikmati saat Juwono dan rombongan mencoba berbelanja dan berinteraksi dengan
sejumlah pedagang.
Di pasar tradisional itu, lapak-lapak pedagang
didesain ala sepeda berroda tiga berjajar rapi di kiri kanan jalan. Untuk
menghindari sengatan matahari, pedagang melengkapi lapak sepedanya dengan
payung berukuran besar, sehingga lebih nyaman kala menjajakan dagangannya.
Sedangkan pemilik stan permanan (toko) menata barang dagangannya di etalase
maupun ditaruh di dalam kontainer (dari
plastik) secara rapi, sehingga pasar terlihat bersih.
Komoditas yang ditawarkan, mulai aneka jenis kain,
daging segar, sayur dan buah-buahan seperti anggur, apel, bao, dho, leci,
jeruk, pisang, semangka, timun mas. Juga tersedia aneka rempah-rempah mulai
daun teh hijau, polong-polongan (walnut, kacang tanah), kuaci, jagung (zebra),
dan sebagainya. Di pasar tradisional itu, Juwono juga menjumpai gilingan batu
untuk menghancurkan (menumbuk) biji ginkyo biloba atau biji-bijian yang lain.
Malam hari, Juwono dan rombongan mendapat kehormatan
dari tuan rumah untuk menikmati dinner VIP khas Qinghai. Di jamuan malam itu,
tersedia meja bulat yang bisa muter otomatis untuk menampung 15 orang. Menu
yang disajikan ada 20 macam, semuanya
enak dan menggugah selera. Menu yang tersaji antara lain daging panggang (yak)
dan domba, martabak ala Qinghai, aneka olahan jamur, scalep kijang (rusa).
Uniknya, ditengah menikmati hidangan, ada acara minum
arak dan diiringi musik tradisional daerah Qinghai (dua penyanyi lokal). Agenda
minum arak ini tujuannya untuk penghangat tubuh dan tidak memabukkan karena
porsinya per orang maksimum empat sloki.
Setelah puas melihat komunitas muslim di Qinghai, keesokan
harinya, Sabtu (29 Juni 2013) pagi, Juwono dan rombongan dari hotel siap-siap
bertolak ke pabrik daging terbesar di Qinghai melihat dari dekat peternakan dan
rumah potong hewan di Qinghai. Perjalanan darat dari hotel ke peternakan
ditempuh sekitar empat jam.
Pusat peternakan dan fasilitas RPH di Qinghai yang
cukup luas, lengkap dan megah. Di area peternakan itu juga tersedia fasilitas
penginapan dengan 30 kamar. Fasilitas berikutnya adalah yak milk bar (minum
susu yak sambil melihat yak di padang rumput). Hewan ternak yang dominan adalah
jenis sapi bule dan berbulu (yak), domba dan rusa. Lokasi perternakan di
Qinghai berada pada ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut (dpl).
Dengan ketinggian itu wajar jika kandungan oksigen-nya
relatif minim. Dengan kondisi lingkungan fisik seperti itu, tak pelak lagi jika
selama perjalanan dari hotel ke peternakan yak, rombongan diberi vitamin dan
tidak boleh tidur. Jika sampai dilanggar maka tamu terancam akan kehabisan
oksigen dan berakibat fatal (meninggal).
Sesampai di pusat peternakan terbesar di Qinghai,
Juwono heran dengan keberadaan sapi bule dan berbulu. Hewan ternak ini memang
unik di dunia. Di Qinghai, yak berbiak dengan baik apalagi juga didukung oleh
padang rumput yang luas sehingga populasinya tinggi. Selain yak, rombongan juga
melihat ternak domba dan rusa yang terlihat gemuk-gemuk dan berbulu tebal.
Di RPH tersebut, yak diambil daging dan kulitnya,
sedangkan domba dimanfaatkan daging dan bulunya (dibikin kain wol). Untuk rusa
(kijang), selain diambil dagingnya, juga tanduknya dipanen setahun sekali untuk
campuran obat kuat. Tidak hanya itu, darah tanduk rusa satu mangkok kecil
dihargai 100 yuan (1 yuan kursnya sekitar Rp 1.700,00).
Menurut Juwono, jika pengusaha Indonesia berminat
impor yak dari Qinghai China, risikonya cukup tinggi dan diperkirakan tidak
bisa bertahap hidup kalau dikirim hidup-hidup ke Indonesia yang beriklim
tropis, kecuali ada perlakukan khusus.Namun kalau yang didatangkan itu berupa
daging beku, maka peluangnya cukup terbuka lebar.
”Namun importer daging dari Indonesia tidak perlu
patah semangat karena di Provinsi Shandong, ada yak hibrida, yang merupakan
sapi varietas unggul. Nah, kemungkinan jenis inilah yang kelak bisa didatangkan
dari China untuk memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia,” terang
ketua Yayasan Eka Prasetya Mandiri, pengelola Akademi Praiwisata Majapahit. (*/ahn)
Untuk Informasi
Pendaftaran, Silakan menghubungi:
081233752227, 081357866283, 081336563094, 081234506326.
Atau anda bisa juga add BB PIN:
081233752227, 081357866283, 081336563094, 081234506326.
Atau anda bisa juga add BB PIN:
2A1CE131,
2B517ECB, 2B425821, 2A6A1F4E.
Kunjungi juga web resmi kami di
http://www.majapahit.org ; www.tristarculinaryinstitute.com
Kunjungi juga web resmi kami di
http://www.majapahit.org ; www.tristarculinaryinstitute.com
Bergabunglah
dengan AKADEMI PARIWISATA MAJAPAHIT - For The Best Future.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar